Kenakalan Remaja: Antara Krisis Identitas dan Pencarian Diri
Sebagai
orang dewasa yang dulu pernah berada di fase remaja, saya turut mengalami
berbagai goncangan yang berkaitan erat dengan perubahan fisik maupun psikis
yang melanda remaja pada umumnya. Tak bisa dipungkiri, peralihan dari usia
kanak-kanak menjadi remaja adalah fase ‘terberat’ untuk seseorang karena
mengenai pencarian, sekaligus krisis akan eksistensi diri sendiri. pada usia
ini, para remaja butuh membutuhkan dukungan positif dari orang-orang sekitar.
Dukungan
positif tersebut tak terlepas dari adanya rasa ingin tahu yang tinggi pada hal
apapun. Jadi, orang terdekat, baik keluarga, teman, maupun lingkungan harus
mampu menjadi kontrol sekaligus tempat untuk remaja menjadi dirinya sendiri.
Maksudnya, harus menjadi ruang aman sekaligus nyaman bagi remaja untuk
mengutarakan pendapat dirinya sendiri mengenai beragam situasi maupun kondisi
yang dialami oleh dirinya.
Kadang
kerisauan yang menghantam tubuh dan mentalnya malah menjadi alasan dibalik
sebagian remaja yang memilih mengasingkan diri sendiri dari keluarga maupun
orang terdekat. Ada keengganan untuk berbagi segala kerisauan, karena tak upaya
untuk memberi ruang untuk remaja mengekspresikan dirinya. Maka, ketika melihat
fenomena kenakalan remaja yang kian hari, kian meningkat membawa kita pada satu
pertanyaan yang cukup penting, kenapa
para remaja terus melakukan berbagai aksi yang menjurus pada kenakalan remaja?
Sesuatu fenomena yang bukan hanya merugikan orang lain, tetapi juga para remaja
yang ikut terlibat.
Rentetan
kasus tindak kejahatan dari tawuran, perjudian, seks bebas, pencurian maupun
pelanggaran berat lainnya menjadi alarm peringatan kalau para remaja tak sedang
baik-baik saja. Ada curang yang menganga untuk bisa mencermati apa alasan
dibalik berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh remaja, bahkan telah dihukum
tetapi masih berulang-ulang terjadi. Dalam melihat beragam fakta yang terjadi
di realitas, kita menyadari hal krusial yang dialami remaja sangat berkaitan
erat dengan sisi emosional dan psikologi.
Menurut Sarwono, Usia remaja adalah umur individu yang berada dalam usia 10-19 tahun dimana usia remaja terbagi atas 3 kategori, yaitu usia remaja awal (10- 12 tahun), usia remaja madya (13-15 tahun) dan usia remaja akhir (16-19 tahun).
Pada
tahapan usia tersebut, ada beragam peralihan yang dialami oleh remaja yang
berkaitan dengan pencarian dan identifikasi identitas diri, pengasingan diri
dari keluarga dari kelompok, maupun juga mengambil peran dalam lingkaran
kelompok pertemanan. Namun, hal tersebut juga turut dipengaruhi sisi emosi dan
psikis. Hal ini tentu berpengaruh pada setiap keputusan dibuat oleh remaja,
termasuk keputusan dalam mengambil peran dalam kenakalan remaja.
Kenakalan
remaja terbentuk dari rasa ingin tahu pada sesuatu dan juga dipengaruhi oleh
regulasi emosi yang masih belum stabil. Pada sisi yang lain, ketidakharmonisan
yang dialami oleh antar remaja dan keluarga juga turut berpengaruh pada
kenakalan remaja sebagai cara memprotes bahkan menjadi pemberontak dari
nilai-nilai yang dianut oleh keluarga. Hal tersebut terjadi karena adanya pola
pengasuhan yang lebih menjurus pada otoriter. Di mana seorang anak hanya
dianggap sebagai anak dan tidak menahu beragam persoalan yang terjadi di luar
rumah. Padahal sebaliknya, kadang anak ingin dianggap sebagai orang
dewasa—walaupun belum dewasa dengan ingin didengarkan segala problem yang
dialaminya.
Saya
menyadari, betapa kehidupan remaja sangat kompleks. Ada remaja yang ingin
didengarkan oleh keluarga, tetapi diabaikan. Ada juga yang terkadang melampiaskan
kekecewaan pada keluarga dengan melakukan berbagai tindakan yang melanggar
hukum, sekalipun mereka tahu hal tersebut adalah perbuatan yang salah. Namun
kembali lagi, usia remaja adalah usia paling rentan dalam membuat keputusan
yang lebih banyak bersifat spontan, alih-alih dipikir secara matang.
Begitu
pula, usia remaja menjadi usai di mana anak-anak mengalami krisis identitas dan
berusaha untuk menemukan role model-nya. Mereka lebih nyaman berbagi
cerita dengan kelompok teman sebaya, daripada keluarga. Bahkan, tak bisa kita
pungkiri kalau remaja lebih memiliki ikatan emosional dan solidaritas pada
teman-temannya daripada keluarga. Hingga bisa melakukan tindakan tertentu tanpa
memikirkan dampaknya, hanya karena rasa solidaritas yang tumbuh diantar teman.
Hal ini tentu juga dipengaruhi pola asuh. Pada usia ini, orang tua harus
menjadi teman bagi para remaja. Namun, nyatanya tidak semua orang tua bisa
menjadi teman bagi anak-anak yang berada di usai tersebut. Ada beragam faktor
yang juga turut berpengaruh pada kelanggengan kenakalan remaja.
Maka,
apa yang harus dilakukan untuk meminimalir kenakalan remaja maupun juga upaya
pencegahan kenakalan remaja agar nantinya tidak berpengaruh pada anak-anak
kita?
Pertama,
orang tua harus menjadi ruang aman bagi remaja. Menjaga komunikasi secara baik
dan tepat juga turut bisa mempengaruhi sisi emosi dan psikis dari remaja. Dalam
artian, remaja bisa mempercayakan diri sepenuhnya pada orang tua karena bisa
menjadi tempat aman dan nyaman untuk berbagi cerita apa yang dirasakan maupun
alami.
Kedua,
orang tua harus belajar mengendalikan diri. Belajar untuk menempatkan posisi
dalam melihat kehidupan remaja dari sudut pandang mereka, bukan dari sudut
pandang orang tua. Hal tersebut agar anak merasa nyaman dan dimengerti oleh
orang tua.
Ketiga,
menanamkan sedari dini nilai-nilai kebaikan dengan memberi teladan bagi remaja.
Hal ini penting, agar anak menemukan role model-nya. Begitu pula untuk
menjadi pendengar anak, tanpa terburu-buru untuk mengklaim mereka dari sudut
pandang orang tua.
Keempat,
ikutsertakan remaja dengan beragam aktivitas positif, salah satunya dengan
memperbiasakan anak untuk membaca buku sedari dini. Alasannya, agar anak
terbiasa untuk mencari informasi dari buku-buku yang dibaca. Selain itu, anak
akan terbiasa untuk berpikir kritis melalui buku-buku yang dibaca.
Kelima,
menumbuhkan disiplin diri dalam remaja. Memberi mereka kepercayaan untuk
melakukan sesuatu, tetapi harus dengan tetap disiplin. Harus ada ketegasan
antara konsekuensi ketika melanggar disiplin yang dilanggar. Hal ini, agar anak
mempelajari kalau semua keputusan yang dibuat memiliki konsekuensi, sekecil
apapun tindakan itu. Ini juga penting, agar anak belajar bertanggung jawab atas
pilihan yang dibuat.
Mencegah
kenakalan remaja adalah cara untuk menjaga keberlangsungan masa depan generasi
bangsa. Karena remaja adalah pengganti pendahulu kelak. Sudahkah kita menjadi
ruang aman bagi tumbuh kembang remaja? Jangan sampai kita menjadi orang dewasa
yang lupa untuk menjadi teladan yang baik bagi anak remaja kita.


.jpeg)
Komentar
Posting Komentar