Refleksi Daras Filsafat Sesi II
Refleksi Daras Filsafat Sesi ke-II
![]() |
| Image by Pinterest |
Pada tulisan sebelumnya, telah dijabarkan secara singkat perkembangan filsafat di era Yunani kuno yang berkaitan erat antara kaum sofis dan muasal istilah filsafat. Anggapan filsafat sebagai ajaran yang sesat tak serta-merta untuk kita amini. Sebab, hancurnya makna akan kebijaksanaan ditimbulkan oleh segala tindak-tanduk para kaum sofis yang cenderung pragmatis, sekedar menjadikan pengetahuan mereka sebagai alat meraih keuntungan belaka, tanpa pernah memikirkan berapa banyak dampak negatif yang dialami oleh masyarakat karena ulah mereka. Filsafat hadir untuk melawan adidaya pengetahuan kaum sofis yang hanya cenderung memperkaya isi perut.
Filsafat pada Yunani kuno mengalami perkembangan di masa Socrates, yang kemudian dikembangkan oleh muridnya Plato dan kemudian Aristoteles dan dilanjutkan oleh para murid mereka. Pada masa tersebut, tradisi pembelajaran filsafat yang kian tersistematis tumbuh subur. Namun, sayangnya filsafat di Yunani mengalami kemunduran secara perlahan-lahan seiring dengan banyak guru yang memilih menetap di Aleksandria. Menurut Ayatullah Taqi misbah, ada dua faktor yang berperan penting atas matinya filsafat di Yunani, yakni agama dan kekuasaan Romawi.
Pasca penyerangan yang dilakukan oleh kekaisaran Romawi yang memeluk ajaran Kristen dan menyebarluaskan doktrin ajaran gereja. Sekaligus, menutup berbagai lembaga pembelajaran yang ada di Yunani. Hal ini agar upaya menghidupkan ajaran gereja sebagai kebenaran tunggal, dan memadamkan tradisi kebebasan pemikiran yang telah turun-temurun telah ada di sana. Runtuhnya filsafat Yunani menjadi potret yang diakibatkan oleh perselingkuhan antara kekuasaan dan pengetahuan, juga adidaya pengetahuan kaum sofis menjadi catatan kelam. Bahwa, hal tersebut bisa menjadi senjata mematikan bagi runtuhnya suatu peradaban.
Ketika filsafat Yunani mengalami kematian di tanah kelahirannya, di belahan dunia yang lain tepatnya di jazirah Arab, telah hadir sosok revolusioner sepanjang masa yakni Rasullah SAW. yang menyerukan pesan-pesan Ilahi pada seluruh lapisan masyarakat. Mengumandangkan dakwah pada manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan sebagaimana pesan dari wahyu pertama yang diterimanya yaitu iqro (bacalah). Melalui teorema wahyu, menjadi basis pijakan umat Islam untuk secara terus-menerus bergelut dengan tradisi ilmu pengetahuan hingga akhir hayat.
Lantas, sejak kapan filsafat Yunani merasuki peradaban Islam? Menurut Ayatullah Taqi misbah, filsafat Yunani tumbuh dalam peradaban Islam melalui faktor politis yang dilakukan oleh penguasa Muawiyah dan Abbasiyah yang bertujuan untuk menandingi pemikiran Islam, sekaligus meruntuhkan kemurnian Islam. Hal tersebut tak terlepas dari upaya mereka untuk menjauhkan umat Islam dari Ahl Al-Bait sebagai pewaris pengetahuan Islam.
Melalui cara tersebut, penerjemahan karya-karya filsafat dan beragam pengetahuan secara masif menciptakan peradaban baru yang dilahirkan dari persentuhan antara pemikiran Islam dengan karya asing. Namun, apakah gagasan-gagasan tersebut menjadikan Islam sebagai pewaris sejarah tradisi Yunani, sebagaimana tuduhan dan anggapan orang-orang? Kita tak bisa mengklaim tuduhan tersebut, karena filsafat Yunani dan Islam memiliki banyak perbedaan. Pertama, filsafat Yunani berangkat dari kemurnian akal semata. Kedua, filsafat Yunani telah mati bersamaan dengan runtuhnya tradisi Yunani pasca invasi kekaisaran Romawi, yang memiliki rentang waktu dengan peradaban Islam yang terlampau jauh.
Berbeda dengan Islam, tradisi pemikiran yang tumbuh berasal dari dorongan wahyu sebagai basis pijakan yang menuntut manusia untuk terus-menerus berdinamika dengan pendekatan spirit keislaman. Bahkan, setiap pemikiran filsafat Yunani dikritisi dan ditelaah seutuhnya. Dalam artian, segala pengetahuan yang diperoleh seorang muslim, harus sejalan dengan bahasa wahyu bukan hanya atas hasil pemikiran akal semata. Maka, filsafat yang dihasilkan oleh Islam merupakan pertautan erat antara wahyu dan akal.
Sebab, Islam hadir bukan hanya semata-mata menyempurnakan ibadah semata, melainkan juga memperbaiki akhlak umat manusia. Dan untuk menyempurnakan akhlak manusia, harus berangkat dari kesadaran akan jati dirinya sebagai hamba Ilahi, tetapi untuk sampai pada inti kesadaran tersebut, manusia dituntut berpengetahuan agar akal dan hati bisa meresapi esensi kemanusiaan itu sendiri.
Wallahul
alam bishawab


.jpeg)
Komentar
Posting Komentar