Besok Senin—Antara Tuntutan Maupun Pilihan
![]() |
| Gambar dari Pexels |
Tagar dengan
bunyi #besoksenin menjadi salah satu trending di Indonesia yang paling banyak
di-tweet per hari ini. Jadi, apa gerangan dibalik kicauan tersebut? Sudah
pasti, beragam rutinitas pekerjaan akan datang menyapa dan memeluk erat tubuh
dan pikiran kita selama lima maupun enam hari kedepan. Mulai dari urusan absen
kehadiran hingga pekerjaan tertentu yang seringkali tidak dapat diprediksi oleh
BMKG. Serius! Percayalah, hari senin menjadi gerbang awal pembuka hari-hari nan
membosankan Bagi sebagian besar orang.
Tidak
ada lagi rebahan sepanjang hari sambil maraton drama maupun film, kumpul
bersama orang-orang tersayang walaupun hanya di rumah saja, maupun menyelesaikan
buku bacaan yang tak pernah kunjung untuk diselesaikan. Libur hanya sehari
maupun dua hari setiap minggu, nyatanya tak menjamin orang-orang bisa mudah akrab
dengan mahluk bernama Senin, padahal setiap minggu selalu bertemu dengan
dirinya. Antara ia yang judes sama kita, atau kitanya yang terlalu baper sama
pembawaannya yang kerapkali bikin kita mengalami suasana hati yang terus
berubah-ubah, yang hanya bisa dibangkitkan dengan ngemil jajanan di kantor.
Ada beragam
hal yang entah mengapa, membuat orang jadi membenci si Senin—bahkan secara
terang-terangan memusuhinya. Padahal, ia sebenarnya tak membenci kita sama
sekali. Melansir dari wolipop.detik.com, Psikolog Sanam Hafeez menjelaskan
bahwa di akhir pekan, tubuh dan otak lebih santai karena tidak perlu memikirkan
pekerjaan. Begitu datang Hari Senin, mereka harus memasang mode 'kerja' dan
mempersiapkan mental untuk beraktivitas kembali. Lebih lanjut, Sanam sebagaimana
dikutip dari Huffington Post, kalau punya waktu tidur lebih banyak saat akhir
pekan sesuatu yang baik, tapi mengubah pola tidur setiap lima sampai enam hari
bisa mengganggu ritme sirkadian alami tubuh.
Sanam
juga menambahkan, “Jadi meskipun kamu sudah istirahat cukup di Minggu malam,
kamu akan tetap merasa ngantuk di Senin. Ketika lelah, kita cenderung mudah
marah, tidak sabaran dan gampang terganggu dibanding hari biasanya.”
Nah, Selain
itu, hal yang paling menjadi catatan penting bagi kita kenapa begitu tak menyukai
si Senin, karena waktu kebebasan untuk diri sendiri menjadi dibatasi olehnya. Menikmati
runinitas yang benar-benar menggambarkan diri sendiri tak terasa karena telah si
Senin telah menyapa.
Namun,
apakah harus kita harus membenci si Senin? Karena saya menyadari kalau bekerja bukan
hanya sebuah tuntutan belaka, melainkan juga pilihan dari rentetan pilihan yang
telah kita buat sekian tahun. Ketidakkesukaan kita pada si Senin, harus diubah.
Setidaknya kita melatih diri kita untuk tidak menjadi sosok pembenci bagi diri
sendiri. Karena, yang sebenarnya kita benci maupun tak sukai bukanlah si Senin,
melainkan diri kita yang entah mengapa seringkali gagal untuk memaknai hari senin
sebagai hari awal memulai perubahan sekecil apapun itu.
Kita bisa
membenci si Senin, karena banyak beban yang dipikul oleh tubuh yang seringkali
membuat kita merasa lelah dan hanya ingin membiarkan diri kita untuk
beristirahat. Bahkan, ada sebagian orang yang beranggapan lebih baik hilangkan
saja si Senin dari daftar tujuh hari seminggu. Sayangnya, pilihan tersebut tak
lantas membuat kita terbebas dari jeratan tuntutan pekerjaan yang kejar-kejaran
menumpuk seumpama gunung.
Kita hanya
bisa mengubah pola pikir kita dalam memaknai hari senin sebagai hari yang
bermakna dalam memulai hari pertama dalam seminggu. Kita bisa menyadari betapa
hari senin yang kita benci mengandung kebaikan. Bukankah si Senin melatih kita
untuk bersabar dalam melewati hari-hari seburuk apapun itu. Bukankah si Senin
mengajarkan kita bahwa dalam hidup ini, tak ada hal yang bisa kita maknai
sebagai kebebasan mutlak bagi diri manusia. Siapapun kita, akan ada hal-hal
yang membatasi diri kita. Membatasi bukan untuk menghalangi, tetapi untuk
dijadikan pembelajaran dalam menjalani hidup.
Seandainya
si Senin bisa berbicara, sudah pasti ia akan memaki diri kita sebagai manusia
pemalas yang tidak mau menjalani hari-hari dengan bekerja keras. Sibuk mengeluh
sambil teriak-teriak butuh healing, tapi ogah menjadi si paling sabar dan
mau membuka diri untuk bisa mengenali hari senin dengan baik. Barangkali saja
begitu, bisa jadi si Senin juga membenci saya yang malas bekerja, tapi pengen cuan
berlipat ganda bermodal bersedekap tangan. Dasar manusia!

.png)

.jpeg)
Komentar
Posting Komentar