Hemat adalah Koentji
![]() |
| Gambar dari Pexels |
Pada usia seperti seperti sekarang, saya akhirnya menyadari pemikiran mendiang Mama tentang uang. Dulu saat masih menjadi seorang bocah, saya sering atau bahkan setiap hari menganggap Mama sebagai tipekal ibu-ibu yang pelit untuk urusan uang jajan. Paling banyak, saya hanya menerima uang jajan ke sekolah sebesar dua ribu rupiah, itu untuk hari Senin hingga Sabtu kecuali hari Jumat yang hanya diberi selembar uang bergambar Kapitan Pattimura. Ngenes ya?
Bahkan,
mendiang Mama termasuk salah satu orang yang sangat membatasi kebiasaan jajan
saya. Jadi, saya tidak setiap hari beli jajan di warung tetangga. Karena seringkali
diwanti-wanti sama nyonya besar. Begitu pula SMP hingga SMA yang uang jajannya,
kalau lirik lagunya Meriam Belina, masih sama seperti yang dulu alias gitu-gitu
aja. Lebih sering ke sekolah sering tidak bawa uang, maklum sekolah dua-duanya dekat
dari rumah atau tepatnya berada di kompleks yang saya tinggali, di mana bisa mendengar
bunyi lonceng bel untuk apel pagi.
Jadi,
secara perlahan didikan itu malah bikin saya jadi manusia yang tidak terlalu
doyan jajan. Hanya jajan pada saat tertentu, misalnya mengerjakan tugas atau
sedang dalam suasana hati yang sedang tidak baik-baik amat. Bukan karena tidak
ingin, tapi saya sadar kalau terlalu jajan walaupun dalam jumlah sedikit juga
bisa berpengaruh pada kantong yang bisa jeblok di akhir bulan.
Hal
yang bikin saya sesekali merasa bersalah sekaligus bersyukur karena sudah
diajarkan oleh mendiang Mama untuk menjadi orang yang tidak terlalu doyan jajan
ini-itu. Saya jadi sadar seperti apa perasaan mendiang Mama sebagai ibu rumah
tangga yang harus mengatur keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Mulai dari
urusan makan-minum sampai hal-hal kecil yang tak luput dari biaya. Saya tak
bisa membayangkan gaji bulanan yang diperoleh Papa, harus bisa dikelola dengan
baik oleh mendiang Mama dengan sebaik mungkin. Entah gaji itu cukup atau tidak,
beliau harus tetap memastikan harus tetap cukup untuk biaya hidup untuk sebulan
kedepan.
Saat dewasa
dan bekerja, saya menyadari kalau mencari uang itu susah. Susah payah mengumpulkan
duit, tetapi berakhir dengan kebiasaan jajan yang bisa merobek kantong sekali
jalan. Kalau dulu jajan hanya tentang jajan ciki-ciki ataupun mainan. Sekarang lebih
bervariasi, mulai dari jajanan, ponsel, buku, pakaian hingga barang elektronik.
Yang tentu saja berasal dari tuntutan hidup entah itu karena keinginan maupun
kebutuhan. Sayangnya, setiap barang maupun makanan yang dibeli bukan berdasar karena
kebutuhan melainkan keinginan semata.
Saya juga
termasuk orang-orang yang membeli karena ingin bukan butuh, tetapi sejak tahu
kalau cari uang itu tidak gampang, saya jadi berusaha untuk bijak dalam membeli
sesuatu—termasuk jajan sekalipun. Kalau dulu sering gelap mata dengan berbelanja
sesuka hati, sekarang jadi insyaf dan tidak terburu-buru untuk membeli. Hanya membeli
saat benar-benar butuh.
Karena
sayang sekali kalau gaji yang diterima setelah bekerja habis begitu saja untuk
memenuhi keinginan diri yang sudah pasti tak ada habis-habisnya. Saya memilih
untuk menghemat uang dengan tidak jajan sembarangan, kalau lapar ya makan
makanan yang sudah dimasak di rumah—alih-alih membeli makanan di luar rumah. mengurangi
minum-minuman manis, yang bukan cuman baik bagi isi dompet tapi juga untuk
tubuh.
Setiap
ingin membeli barang entah itu karena sedang tren maupun disukai, saya akan
mengingat kembali kalau uang harus benar-benar dimanfaatin dengan sebaik-baik
mungkin. Pasti bakal langsung ingetin diri untuk tidak rakus. Belajar menghargai
uang bukan hanya sebagai selembar kertas yang menjadi alat transaksi belaka,
dibalik itu ada kerja keras yang harus dihargai. Dan, cara menghargai uang ya
dengan memerlakukannya dengan baik. Membeli sesuatu yang bisa bermanfaat bagi
diri sendiri maupun orang lain, dan terlebih penting adalah tidak diperbudak
oleh uang itu sendiri.
Rasanya
mungkin berat, tetapi membiarkan keinginan tanpa diimbangi dengan perencanaan
keuangan yang baik bisa berpengaruh besar dalam diri kita. Saya menyadari kalau
apa yang mendiang Mama lakukan adalah caranya mendidik diri untuk bisa membeli
sesuatu yang bisa berdampak panjang, bukan sekedar abis dibeli setelah itu ya sudah.
Semoga
kita lebih menghargai uang, bukan dengan menghamba padanya hingga membutakan
diri sendiri, melainkan untuk menjadi kawan yang menemani kita untuk menyiapkan
masa depan dengan baik. Karena saya percaya, masa depan adalah keniscayaan
dalam hidup manusia. Dan cerminan masa depan seseorang ditentukan oleh apa yang
mereka lakukan sekarang.


.jpeg)
Komentar
Posting Komentar