Catatan Perenungan Hidup

 

Pexels

Apakah setiap pemikiran manusia satu sama lain saling berlainan? Bilamana hal tersebut nyata adanya, apa yang mempengaruhi setiap pemikiran itu? Dalam Epistemologi Islam, ada hal menarik perihal ihwal basis awal manusia berpengetahuan, yakni dari instrumen pengetahuan yang berangsur-angsur ditansfer pada akal, dan kemudian diolah menjadi informasi yang bersifat pengetahuan.

Maka, tak heran dalam hidup manusia, takkan pernah terlepas gagasan-gagasan ideologi tertentu yang menjadu kerangka acuan dalam pemikiran seseorang dalam menafsirkan realitas hidup. Menurut KBBI, ideologi adalah landasan awal atau titik pijak yang berpengaruh terhadap cara pandang dalam melihat dunia, baik melalui pikiran, ucapan maupun tindakan. Di dunia ada sangat beragam ideologi. Namun yang ingin saya sebutkan adalah patriarki. Ideologi patriarki akan sangat berpengaruh pada diri seseorang.

Ideologi yang dianut seseorang, akan membentuk cara pandang dalam menafsirkan manusia, alam, sejarah dan masyarakat. Maka, akan sangat besar pengaruhnya ideologi dalam hidup seseorang, sebagaimana yang tercermin dalam relasi antar perempuan dan laki-laki. Sebagian besar orang masih mengamini dan beranggapan kalau perempuan adalah manusia kelas dua dan sebagai pelengkap kaum lelaki. Dominasi cara pandang yang cenderung patriarki akan melahirkan bias gender dan perbedaan perlakuan antar keduanya.

Patriakri bukan hanya memposisikan perempuan sebagai makhluk kelas dua, melainkan juga tak memiliki hak atas dirinya. Cara pandang patriarki telah mengakar erat berabad-abad lamanya telah mendarah daging dalam banyak aspek—termasuk budaya yang dianggap memiliki legitimasi dalam melanggengkan ideologi patriarki.

Salah satunya bisa terlacak dari bukunya Gadis Arivia berjudul Filsafat Perspektif Feminis, yang menuliskan bahawa Aristoteles mengatakan kalau perempuan sebagai makhluk kurang akal. Bayangkan dalam ratusan tahun, pendapat para tokoh tersohor turut serta mempengaruhi sebagian besar orang-orang yang menerima cara pandang tersebut tanpa bersikap kritis. melanggengkan patriarki. Dalam pengetahuan yang seharusnya adil, masih terkadang masih dipengaruhi oleh pemikiran yang misoginis.

Cara pandang itu pun dituangkan dalam teks agama yang hanya sekadar dipahami secara tekstual semata tanpa disertai dengan penafsiran secara konstekstual. Misalnya ayat yang berbicara tentang kepemimpinan laki-laki yakni arrijalu qawwamunah al nisa. Yang memiliki arti laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan. padahal, konteks ayat ini ditujukan pada kepemimpinan dalam rumah tangga. bukan dalam konteks ruang publik. Sayangnya, ayat tersebut seringkali dijadikan senjata untuk membatasi kaum perempuan dalam berkontribusi di ranah publik.

Lantas apa yang bisa kita gunakan untuk melawan ideologi patriarki yang menghegemoni suara perempuan? Pertama, membuka diri untuk mendengar dan merempati pada pengalaman perempuan, terutama pengalaman biologis dan sosial. Kedua, mengedukasi diri sendiri dengan perbanyak bacaan dan diskusi perspektif adil gender. Ketiga, tidak asal menerima informasi begitu saja, tanpa melakukan pelacakan akan kebenaran dari informasi tersebut.

Hal-hal sederhana seperti di atas bisa kita lakukan agar bisa lepaskan diri dari jeratan patriarki. Salah satu jenis ideologi ini tak hanya merugikan kaum perempuan tapi juga kaum lelaki. Kenapa? karena dalam kaca mata patriarki, yang beranggapan bahwa hanya satu jenis yang lebih superior dari yang lainnya. Jelas hal tersebut pertentangan dari spirit agama islam yakni pembebasan manusia dari penindasan dan ketidakadilan.

Islam yang sangat menentang superiotitas akan manusia. Murtahda muthaahari mengatakan spirit islam untuk pemebebasan manusia harus dijadikan pedoman sekaligus penggerak dari nurani yang berpijak pada spirit keagamaan. Bukan hanya berasal dari emosi yang meledak-ledak. Jikaau ada yang mengatakan orang-orang yang patriarki menentang agama, mereka lupa bahwa kehadiran islam sejatinya adalah membebaskan manusia dari segala penindasan dan superioritas manusia lainnya.

Upaya melepaskan diri dari ideologi patriarki salah satunya dengan menyadari eksistensi perempuan sebagaimana dirinya. Jika kita berani untuk sejenak untuk merenungi sepak terjang kaum perempuan, kita akan menyadari bahwa suatu peradaban dibentuk melalui dirinya, tiada sebuah peradaban umat manusia tanpa sosok perempuan. Lantas, bagaimana sebagian orang-orang mudah begitu saja menutup mata atas ketidakadilan yang dialami oleh perempuan?

Jika kita ingin belajar untuk menghargai perempuan, bahkan hidup itu sendiri, kita harus belajar untuk berhenti mengonsumsi ideologi patriarki yang terasa begitu candu tiada tara. Jangan biarkan diri kita dirugikan oleh cara pandang yang hanya mengasingkan spirit kemanusiaan, bahkan diri kita sendiri.[]

Komentar

Postingan Populer