The Art Of Letting Go
![]() |
| Pexels |
Menapaki
perjalanan selama beberapa tahun belakangan, ada banyak hal yang terjadi. Mulai
dari yang sesuai apa yang ingin diharapkan, hingga hal-hal yang berada di luar
ekspektasi pikiran saya. Namun, ada hal-hal yang sangat ingin saya capai sama
sekali belum pernah tercapai. Pernah diam-diam menangis, hingga berada di titik
terendah dalam hidup, tapi enggak rendah-rendah amatlah.
Saya tak
pernah tahu apa yang dialami hingga menemukan makna sebuah kata dari judul lagu
yang kerapkali saya dengarkan berulangkali, saat kala itu menyadari kalau perasaan
yang saya alami tidak berbalas sama sekali. Judul lagu yang saya dengarkan yaitu
Letting Go karya Day6—grupband asal Korea Selatan, yang berhasil membuat
saya ambyar berhari-hari lamanya. Menyesali betapa hal yang saya yakini
selama itu hanyalah kenangan sepihak belaka.
Benar-benar
susah. Tapi, akhirnya saya menyadari kalau saya lebih sayang pada diri sendiri.
Saya tak ingin menyakiti diri sendiri, hanya karena menyukai seseorang. Proses
yang memakan waktu secara perlahan-lahan. Hal yang menyadarkan saya kalau saya
berhak untuk berbahagia dengan dunia saya sendiri, tanpa harus memaksa diri
menjadi sosok orang lain demi orang yang saya sukai, tapi malah menjadi sosok
yang asing bagi diri sendiri.
Pelan tapi
pasti, misi untuk melepaskan bisa dieksekusi dengan. Kadang menertawakan diri
sendiri, kadang juga memberi motivasi pada diri sendiri untuk tetap bangkit. Walaupun
ada banyak cara yang sesekali membuat diri kepayahan untuk bangkit kembali. Tentu
saja ada banyak hal yang saya syukuri dari hal-hal ‘ngenes’ yang dialami
oleh diri sendiri.
Namun,
perjalanan untuk benar-benar melepaskan sesuatu yang paling saya inginkan
sekali seumur hidup harus berakhir dengan adegan nangis di pojokan
kamar. Alasannya sederhana, perjalanan yang jauh ditambah kantong keuangan yang
sedang bolong. Itu momen yang asli bikin saya pikir, emang musti punya duit kaya
Sultan dulu baru bisa bepergian, hihihi?
Namanya
juga sedang menjadi salah satu kaum dewasa awal yang belum terlalu ‘ngeh’
hidup ini-itu yang sejujurnya begitu kompleks. Sibuk memaksa diri untuk segera
memasang target untuk mencapai keinginan itu. Sebelum dikejar-kejar bintang
tiga di depan angka usia, maupun fokus bekerja untuk mengumpulkan cuan demi
masa depan yang lebih baik, eaaa! Ending-nya benar-benar di luar
prediksi BMKG, seketika itu saya seperti kehilangan diri saya sendiri,
kehilangan mimpi-mimpi yang selama ini telah saya jaga susah payah yagn
berakhir begitu saja seumpama uap air yan dididihkan.
Bahkan,
saya malah membenci hidup saya sendiri. Sebelum akhirnya pelan-pelan menata
kembali mimpi hidup saya yang ‘berantakan’ dikoyak-koyak kenyataan hidup. Bukan
hal yang mudah untuk mengajak diri yang masih tertatih-tatih untuk terus berjalan
menjalani hidup secara bertahap-tahap, sambil menyembuhkan luka yang tak ‘terlihat’
oleh mata orang lain.
Saya tetap
belajar untuk menumbuhkan diri sendiri dengan membuka diri mempelajari hal-hal
baru. Belajar dari kisah hidup seseorang dan mendidik diri menjadi sosok yang
bisa berempati perjalanan hidup suka-duka orang lain. Pada sisi yang lain, saya
percaya kalau setiap orang punya garis start yang berbeda satu sama
lain. Setiap orang tak bisa membandingkan jalan hidup mereka dengan orang lain
akan seumpama pinang yang dibela dua.
Dalam memaknai
Letting Go, saya berpikir kalau perjalanan sesungguhnya dari hidup
adalah perjalanan untuk menumbuhkan keyakinan pada-Nya. Mempercayai skenario yang
telah dirancang oleh-Nya atas hidup setiap anak manusia. Memilih untuk berserah
diri sepenuh hati, kalau dalam hidup tak ada hal yang tak bernilai untuk
mengajarkan manusia arti kepasrahan hanya pada-Nya.
Letting
Go bukan
hanya tentang melepaskan, tetapi juga merelakan hal-hal yang paling bernilai
dalam hidupku untuk lebih menghargai dan memaknai hidup. Kadangkala, apa yang
kita miliki seringkali malah menjadi hijab bagi diri kita untuk melihat kehidupan
secara objektif.
Melalui
Letting Go, kita menyadari kalau dalam hidup ada hal-hal yang bisa kita
kontrol, dan juga hal-hal di di luar diri yang tak bisa dikontrol. Mengetahui
kalau satu-satunya hal yang bisa dikontrol hanyalah diri kita sendiri, membuat
kita bisa memilih untuk mau belajar atau membiarkan diri terombang-ambing di
atas prahara luka yang tercipta dari hal-hal yang sebenarnya tak bisa genggam
erat, karena berada di luar diri.
Semoga
di manapun dan kapanpun berada, kita lebih berdamai dengan diri sendiri sebelum
berdamai dengan hal-hal di luar diri. Menjalani hidup dengan kesadaran penuh
kalau realitas hidup bisa sewaktu-waktu berubah, tetapi satu-satunya hal yang
bisa kita lakukan untuk menyikapi perubahan itu ialah dengan berusaha
mengontrol apa yang bisa kita kontrol.[]


.jpeg)
Komentar
Posting Komentar