Membeli Kenangan Masa Kecil
![]() |
| Disney Plus |
Apa barang
yang ingin kita beli saat memiliki uang? Barangkali membeli barang-barang yang kita
sukai, tetapi bagaimana dengan membeli masa kecil? Membeli barang-barang yang
ingin sekali kita miliki saat masa kecil. Barang-barang yang dulu tak bisa
dimiliki, karena berbagai alasan termasuk harganya yang mahal.
Hal itu
yang saya pikirkan, ketika tanpa sengaja membaca tulisan seseorang di salah
satu media sosial, yang membagikan foto ponsel jadul dan cerita dibaliknya. Cerita
yang bikin saya merenungi tentang makna bahagia dengan cara yang sederhana. Di dalam
ceritanya, ia menuliskan bahwa saat memiliki penghasilan sendiri, ia berusaha
membeli ponsel jadul itu dengan harga murah. Sesuatu yang berbanding terbalik
dengan harga ponsel itu itu di masa lalu.
Ia menganggap
membeli sesuatu yang dulu tak pernah tersentuh dan dimilikinya di masa kecil
dan ingin dimiliki saat dewasa. Baginya, itu bukan tentang barangnya, tetapi
kenangan yang melekat erat pada ponsel tersebut. Melalui barang-barang itu, ia bisa
menostalgia ke masa lalu dan tentu saja membuatnya bahagia dengan cara yang sederhana.
Saat membaca
kolom komentar mengenai tulisan itu, saya menyadari betapa definisi bahagia itu
tak melulu tentang hal-hal yang agak materalistik. Tidak pula tentang hal-hal besar
yang belum tentu bisa dijangkau oleh semua orang. Setiap hal-hal kecil yang
kita lakukan, ternyata mengandung kebahagiaan itu sendiri. Seketika itu, saya merasakan
perasaan yang campur aduk, antara ikutan bahagia membaca tulisannya dan terbesit
di dalam kepala saya mengenai hal apa yang dulu saya ingin saya miliki tetapi
tak bisa dibisa karena situasi maupun kondisi yang menjadi sekat.
Ternyata,
ada banyak hal yang ingin saya miliki, tetapi di antara semua hal adalah film
maupun drama yang saya nonton di masa kecil. Tayangan yang hanya saya bisa saya
saksikan di saluran tv, itupun tak menentu. Jadi, ketika akhirnya memiliki laptop
sendiri saya mengoleksi film yang dulu saya sukai, walaupun telah dinonton
berulangkali dari masih duduk di sekolah dasar hingga lulus sekelah menengah
atas, hingga hafal jalan cerita di cerita.
Saya mengoleksi
film tersebut bukan hanya karena pesan tersirat maupun tersuratnya yang
ditampilkan melalui dialog para tokoh, melainkan ada banyak kenangan berharga
yang telah saya lalui bersamanya. Film yang menjadi sarana persatuan antar saya
dan kakak maupun adik untuk meluangkan waktu untuk menonton film hingga
selesai. Bahkan saat mencari-cari saluran tv yang menayangkan film itu tanpa
sengaja sedang menayangkannya, kami saling memanggil untuk menonton dalam
suasana hening.
Hal tersebut
terjadi berulang-ulang hingga satu per satu dari kakak-kakak saya beranjak
dewasa. Tentu saja, tak ada kumpul-kumpul heboh untuk menonton, karena jarang
di saluran tv lokal, terutama pada tanggal merah liburan sepanjang tahun. Sekali
tayang, kebanyakan iklan plus jam tayang yang tidak bersahabat dengan mata yang
sudah mode kantuk.
Film yang
saya maksud adalah The Cronicles Of Narnia, yang menjadi tali pemersatu
di antar saya dan kakak-adik saya. Dan, ketika berhasil mengoleksi tiga trilogi
film itu saya seperti mendapatkan harta karun dari masa kecil. Benar-benar
bikin saya bahagia, karena bisa memiliki apa yang ingin saya miliki sejak dulu.
Tak lagi kesusahan untuk menontonnya, tak perlu mencari-cari saluran channel asing
hanya untuk menguji keberuntungan untuk dapat menonton film ini di layar tv.
Maka,
ketika membicarakan film yang telah ditonton bertahun-tahun silam itu masih
menjadi hal paling membekas bagi diri saya. Bahkan, hampir sebagian besar
koleksi film yang saya simpan dan nonton saat liburan panjang pun adalah film-film
yang saya nonton di masa-masa kecil maupun remaja. Kadang, melihat diri saya
yang sekarang ada sesuatu yang ingin saya tanyakan pada diri sendiri. Ingin
menjadi manusia dewasa yang seperti apa?
Saya teringat
tentang tokoh utama dalam film Taiwan berjudul Our Times—salah satu film yang memiliki kesan
tersendiri karena saya diajak bernostalgia ke masa kecil. Dalam satu adegannya,
ia berkaca dan bertanya pada dirinya? Apakah hal yang sedang ia jalani adalah
hal yang paling ia inginkan di masa lalu saat usia masih 17-an? Terjebak dengan
rutinitas pekerjaan hingga rentetan hal-hal yang memusingkan kepala dan berpura-pura
baik saja, ia akhirnya sadar. Kalau hal tersebut bukanlah hal yang ia inginkan.
Sesuatu
yang mengingatkan saya, kalau semakin dewasa terkadang orang-orang tanpa sadar
menjadi terasing dengan dirinya sendiri. Bagi saya, dengan memiliki sesuatu
yang kita miliki dari masa kecil, setidaknya kita belajar untuk menghargai apa
yang paling penting dalam hidup ini. Bukan tentang uang, tetapi hal-hal yang
membuat kita bahagia walau hanya dengan membayangkan hal tersebut.[]


.jpeg)
Komentar
Posting Komentar