Gadis Pembenci Cermin
![]() |
Gadis berambut keriting itu kini telah genap 18 tahun semalam. Orang-orang memanggilnya Malikha si penghindar cermin. Dimana ada cermin, ia akan bergegas bersembunyi dan melarikan diri dari cermin. Di rumahnya, tak ada cermin. Sepanjang hidupnya, cermin menjadi barang yang paling dihindari. Ketika melihat cermin, ia seperti melihat kebencian yang memantul menyerang dan melukai seisi tubuhnya.
“Kamu begitu penakut, Malikha!” seru Mira saat melihat Malikha yang sedang menyiram tanaman di depan rumahnya.
Malikha mendadak diam. Ia memilih membuang muka dari arah jalan raya, tanpa mempedulikan tatapan tajam Mira yang seperti anak panah yang dilepaskan padanya. Ia bergegas masuk ke dalam rumah. Mengunci pintu dan menutup tirai jendela. Satu per satu air mata lolos dari sepasang mata sayunya.
Mira benar. Malikha begitu penakut. Mereka gagal mengikuti lomba foto bersama, hanya karena Malikha takut menatap cermin. Tapi bukankah dunia telah tahu ketakutan Malikha? batinnya. Sayangnya, dunia tak pernah tahu seberapa penakutnya Malikha. Karena itulah wajah dunia yang sesungguhnya. Tak pernah mengasihani orang-orang yang takut pada hidupnya sendiri.
Ia berada di persimpangan kiri jalan. Membayangkan teriakan Mira pada dirinya. Ia hanya bisa menangis dan menangis dan tergugu. Ketakutannya pada cermin membawa banyak masalah bagi dirinya sendiri.
"Apakah menurut Bapak, lampu aladin itu benar-benar ada?"
"Tentu saja. Kenapa saya harus berbohong. Telah banyak orang yang meminta dikabulkan keinginannya oleh lampu aladin. Menurut kepercayaan orang-orang tua, biasanya lampu aladin akan mencari anak manusia untuk dikabulkan keinginannya. Inilah barang yang telah diinginkan oleh Ayah saya."
"Baik, Bapak Miku. Jadi, biasanya lampu aladin akan mencari tuan pada hari ke-29 tahun kabisat, menjelang dini hari di tepi sungai Waihifa. Betul, Pak?"
"Benar. Dan sebentar lagi akan tiba hari ke-29 tahun kabisat. Sungguh beruntung bagi siapapun yang bisa mewujudkan mimpinya. Apapun itu."
Tangisan Malikha reda saat mendengar wawancara di radio yang disetel oleh tetangganya. Ia diam-diam memikirkan cara gila untuk bisa berani menatap cermin. Ia benci dibenci oleh siapapun hanya karena alergi cermin. Aku pasti bisa menemukan lampu aladin itu, batinnya.
***
Malikha bergegas keluar rumah. Berjalan seorang diri menembus kesunyian dan hawa dingin yang menjalar menyusupi tubuhnya pada dinihari. Ia ingin mencari lampu aladin. Konon katanya, lampu aladin akan mencari tuan pada hari ke-29 tahun kabisat, menjelang dini hari di tepi sungai Waihifa.
Gadis itu hanya bisa menghalau hawa dingin dengan menyembunyikan sepasang tangannya dibalik kantong jaket yang dikenakan. Ia mengarahkan senter ke arah tepi sungai, berharap menemukan lampu aladin. Semenit, dua menit hingga sejam kemudian ia tak menemukan apapun.
“Siapa di sana?”
Malikha terdiam. Suara serak khas lelaki terdengar begitu dekat. Ia mengarahkan senternya ke arah semak belukar. Ia melangkah pelan-pelan, dengan mengenggam erat senternya, “Siapa itu? Ayo tunjukkan dirimu! Apakah kamu lampu aladin?”
“Lampu aladin? Hei, Nona! Sejak kapan Aladin bisa keluar dari lampu tanpa ada orang menggosok lampu itu. Sepertinya kau sering mendengar obrolan konspirasi di saluran radio."
Malikha berusaha mendekat dengan langkah kaki yang digerakkan pelan-pelan, "Keluarlah. Agar aku tahu lelaki sepertimu, hingga berani mengatakan lampu aladin hanya kebohongan."
Dari balik semak belukar, muncul bayangan hingga nampak tubuh seorang lelaki yang mengenalan hoodie kebesaran yang menutupi hampir seluruh tubuhnya. "Aku tak berbohong, Nona."
"Jadi, Apa yang sedang kau lakukan di sini?"
"Aku hanya ingin membuktikan kalau apa yang disampaikan oleh orang-orang aneh itu adalah kebohongan besar."
"Kenapa?"
Anak lelaki itu frustasi dengan Malikha yang begitu polos, "Karena kau tak tahu apapun. Percuma orang tuamu menyekolahkanmu untuk cerdas, tapi mendadak dungu jika sudah berhubungan dengan mitos lampu aladin."
Tubuh Malikha luruh begitu saja. Suara yang ia kira seharusnya berasal dari lampu aladin, ternyata suara seorang anak laki-laki menyebalkan yang menganggapnya bodoh.
“Terserah. Intinya, aku telah sia-sia keluar rumah untuk mencari lampu aladin, jika yang kutemukan hanyalah manusia aneh sepertimu,” ucap Malikha putus asa.
“Tapi apa yang membuatmu berani keluar tenga malam ditengah cuaca yang begitu dingin? Sepertinya kau sedang tak baik-baik saja? Apa yang terjadi padamu"
Bersambung[]


.jpeg)
Komentar
Posting Komentar