Aku menjelma Aku

Pexels



“Apa yang orang lain pikirkan tentang dirimu, belum tentu menggambarkan siapa sesungguhnya dirimu. Kamu adalah apa yang kamu pikirkan, rasakan dan lakukan. Itulah jati dirimu.” -Bahagia tanpa tapi


Sebuah unggahan kutipan di Instagram yang aku baca pagi ini, entah mengapa cukup membekas dalam ingatan. Ya, aku tak bisa memosisikan diriku hanya berdasarkan apa yang orang lain pikirkan. Aku harus mengenali siapa dan nilai diriku. Tak membiarkan citra diriku dibentuk oleh orang lain.

Aku pernah berulang kali ingin memecahkan cermin lemari yang berada di kamar. Setiap kali keluar rumah, aku seperti diawasi ribuan pasang mata yang memerhatikan diriku dari ujung kaki hingga ujung jilbab yang aku kenakan. Hidupku seakan dipaksa untuk harus sesuai dengan apa yang orang lain inginkan. Aku pikir, itu suatu hal yang normal, apalagi sebagai seorang perempuan sudah selayaknya aku berpenampilan sesuai standar masyarakat, yang dianggap sebagai sebuah kebenaran mutlak yang tak bisa dikritisi. Namun, pelan-pelan standar itu mengekang tubuh dan kebebasan atas apa yang aku kenakan dan pikirkan.

Aku masih teringat wajah-wajah yang menatapku dengan senyum sinis. Sorot mata yang tajam sseperti anak panah yang siap dilepaskan. Seluruh tubuhku bergetar, air mukaku perlahan-lahan pias. Aku tak lagi memikirkan apa yang aku lakukan di sini. Semua tempat seakan seperti pengadilan kokoh nan menjulang tinggi, yang menghakimi diriku setiap saat, apabila hendak menyuarakan pengalaman diriku.  Aku mengusap dada, mengepalkan tangan sembari menarik napas dan mengembuskan napas dengan perlahan. Aku memilih untuk menegakkan kepala berjalan membelah keramaian orang-orang yang berlalu-lalang. Aku ingin menunjukkan diriku yang apa adanya.

Aku ingin mengenakan apa yang membuatku nyaman. Aku ingin menyuarakan apa yang aku rasakan alih-alih memilih diam dengan alibi tunduk dan mematuhi perintah Tuhan. Apakah pantas membungkam seseorang atas kebebasan ekspresinya dengan membawa Tuhan? Apalagi menjadikan-Nya sebagai alat untuk menyakiti sesama hanya karena perbedaan pendapat dan penafsiran.

Aku percaya pesan agama sarat nilai-nilai perdamaian dan welas asih pada sesama. Adakah ajaran agama yang mendiskriminasi orang lain, karena memilih menjadi berbeda dari orang-orang sekitarnya? Bukankah agama mengajarkan untuk menjunjung tinggi kemanusiaan seseorang? Lantas kenapa orang-orang menjadi Tuhan jalanan dan mengambil alih peran Tuhan untuk memberi hukuman?

Aku bersyukur bertemu dengan seseorang kawan yang menjadi sahabatku. Ia mengenalkan aku pada nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin. Ia mengajakku untuk merenungi kembali pesan dan misinya kehadiran Islam bagi Manusia. Ia menyakinkan diriku untuk tak apa-apa menjadi seseorang yang berbeda. Ia mengingatkan makna bhineka tunggal ika pada diriku. Bahwa perbedaan bukan penghalang apalagi tembok yang membatasi satu sama lain. Melainkan sebagai pengingat perbedaan adalah anugerah. Tanpa adanya perbedaan, bagaimana kita bisa belajar saling menghormati satu sama lain. Apalagi memilih berbeda dalam memaknai siapa diri kita sendiri.

Aku adalah aku. Aku tak perlu menjadi cantik sesuai standar kecantikan yang dielukan oleh masyarakat patriarki.

Komentar

  1. Ketika kita berbeda, itu ga selamanya salah kok. Tp dalam beberapa kasus, ketika kita berbeda dan mendapat kritik, cb dipikir ulang. Direnung lagi. Bisa jadi itu sbg alat Allah buat negur kita biar kita kembali. Tp balik lg, tergantung konteksnya apa. Jadi rajin2 refleksi diri dan merenung aja. Wallahu alam.

    BalasHapus
  2. Setuju sekali mbak, kecantikan wanita terpancar dari kepercayaan dirinya. Yuk semangat tanpa mau terdistraksi oleh dikte dunia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuk, bisa yuk! Semoga tetap percaya diri dengan pesona yang kita miliki.

      Hapus
  3. Kita memang adalah diri kita sendiri. Tidak ada kewajiban untuk mengikuti apa kata mereka.

    Namun, hendaknya perkataan orang dapat juga menjadi bahan pertimbangan untuk berbenah, kendati bukan satu-satunya acuan bertindak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, benar. Belajar menyikapi perkataan orang lain tentang kita secara bijak, akan membuat kita belajar dari perkataan tersebut. Karena, setiap perkataan yang ditujukan seringkali menjadi pelajaran untuk direnungkan.

      Hapus
  4. Tetap percaya diri sama apa yang dimiliki diri sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Percaya diri, sekaligus belajar untuk menjadi pribadi yang percaya diri untuk terbuka dan mencoba hal baru.

      Hapus
  5. Jati diri seseorang bukan dilihat dari penampilannya , tetapi di lihat dari sikap dan perilaku nya karena dengan penampilan cantik, tampan ataupun jelek belum tentu orang itu baik ataupun sebaliknya belum tentu ia juga jahat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sebagaimana nasehat yang sering diucapkan orang-orang, "jangan pernah melihat sebuah buku dari sampulnya."

      Hapus
  6. Biarkan saja orang lain menilai kita seperti apa. Kita tak butuh penilaian orang lain. Yang penting penilaian Allah terhadap kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar, Kak. Kita hanya terus berikhtiar memperbaiki diri karena-Nya.

      Hapus
  7. Jadi tiba-tiba keinget tadi siang baru sadar belum pake lipstik ketika melihat wajah dari cermin pak gojek.

    BalasHapus
  8. Memikirkan penilaian orang lain kepada diri kita, terutama tentang fisik hanya membuat lelah dan tidak ada habisnya. Karena standar kecantikan dan penilaian orang berbeda-beda. Selalu diingatkan buat fokus ke penilaian Allah saja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Kak. Fokus berikhtiar memperbaiki diri karena-Nya

      Hapus
  9. Menjadi diri sendiri karena Allah, maka kritikan apapun akan mampu kita hadapi dengan lapang dada

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga setiap kritikan yang ada, menjadi pelajaran bagi diri sendiri

      Hapus
  10. Emang ya paling gk suka kalo dihakimi orang lain perihal penampilan. Tapi percaya lah semua orang di hadapan Allah itu sama yang membedakan ketaatan. Jika penampilan kita berbeda tapi sesuai perintah Allah maka tidak akan salah. Tidak selamanya berbeda itu salah.

    BalasHapus
  11. Suka dengan ungkapan "Apa yang orang lain pikirkan tentang dirimu, belum tentu menggambarkan siapa sesungguhnya dirimu" karena yang mengenal diri kita, ya hanya kita sendiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Kak. Tapi, kadang kita juga mengenal diri dari sudut pandang orang lain--terutama orang-orang bisa membimbing kita untuk lebih mengenali diri

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer