Surat Untuk Bapak di Masa Lalu

 

Gambar dari Pexels

Bapak, saya ingin kembali ke masa lalu sebentar. Ingin melihat kehidupan apa yang telah Bapak jalani bertahun-tahun hingga kini. Barangkali kehidupan yang luput untuk saya soroti, karena kesibukan melalang-buana mengecap masa remaja hingga lupa menanyakan apa hidupmu baik-baik saja. Saya tak pernah tahu, kan? Seperti apa wajah Bapak yang memilih diam-diam memendam segala luka seorang diri, tanpa membiarkan sepasang mata kecil saya ikut merekam hal itu.

Bapak yang seringkali hanya diam saat saya dimarahi Mamak. Walaupun begitu, Bapak dengan hati-hati memberikan selembar uang bergambar Tuanku Imam Bonjol di dalam telapak tangan saya, agar bisa membeli jajanan di sekolah nanti. Menikmati sepiring pisang goreng dan es merah mambo bersama teman-teman, sembari membahas drama korea yang lebih mengasyikkan, ketimbang mengerjakan tugas mata pelajaran matematika.

Bapak tahu, selembar uang itu membangkitkan suasana hati yang baik bagi saya yang dimarahi Mamak, karena malas mengerjakan pekerjaan rumah. Ketika saya pergi sekolah, saat menengok ke belakang Bapak mengambil sapu lidi dan menyapu pekarangan rumah. Padahal, seharusnya saya yang harus melakukan pekerjaan itu. Cuman karena bangun pagi terlambat, akibat begadang nonton drama korea di tv malah berujung saya terburu-buru pergi ke sekolah.

Mamak tentu saja marah, tapi Bapak membela saya untuk menyudahi ceramahnya pada saya. Menyuruh saya lekas ke sekolah dan tidak kesal pada Mamak waktu itu. Ingatkah, Bapak? Saat saya bertanya kenapa Bapak mengerjakan tugas rumah saya yang sudah dikasih perintah wajib sama Mamak. Bapak hanya bilang kalau mengerjakan pekerjaan rumah tangga, semisal menyapu, mencuci piring maupun pakaian, memasak hingga membersihkan rumah bukan hanya dilakukan oleh anak perempuan maupun istri. Melainkan tugas bersama.

Baik laki-laki maupun perempuan bisa mengerjakan pekerjaan rumah tanpa harus disekat dengan namanya jenis kelamin. Kata Bapak, itu karena semua pekerjaan itu merupakan kemampuan dasar yang wajib dimiliki oleh anak manusia. Mau kaya atau miskin, seseorang harus punya kemampuan dasar itu untuk bisa bertahan hidup. Jangan dikit-dikit atau apa-apa panggilnya anak perempuan terus, itu namanya enggak adil. Bukankah saling membantu akan meringankan pekerjaan kan, Bapak?

Dulu, saya yang mengiyakan apa kata Bapak begitu saja. Karena saya selalu melihat Bapak mencuci baju sendiri dan Mamak memasak di dapur. Kalau Mamak menyapu di dalam rumah, Bapak akan memasak air di tungku yang ada di belakang rumah. Saya pikir itu hal yang biasa-biasa saja. Namun, saat berkuliah sambil berorganisasi dan bertemu orang-orang baru, saya semakin sadar kalau nasehat Bapak adalah pelajaran yang penting sekali dipelajari oleh siapapun.

Bapak tahu, kalau pekerjaan rumah yang dulu paling saya benci karena sering diperintah Mamak adalah hal yang paling aku senangi kini. Dari Bapak, saya belajar kalau tidak ada ruang yang menjadi pembatas dalam membatasi ruang perempuan. Setiap perempuan berhak untuk mengembangkan diri mereka sendiri. Beragam ujaran aneh yang seringkali menuding perempuan lebih baik di rumah saja dan mengerjakan pekerjaan rumah yang katanya sudah bersifat kodrati kerapkali saya temui.

Namun, apa yang saya bilang, Bapak? Saya akan mengencangkan suara dan menjelaskan kalau pekerjaan rumah tangga bukan bersifat kodrati bagi perempuan. Setiap anak perempuan dan laki-laki bisa terlibat dalam melakukan pekerjaan rumah. Karena itu bukan bersifat kodrati, melainkan kemampuan wajib untuk menjalani hidup secara mandiri. Ketika ada suara aneh yang bilang, “Adakah lelaki yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga?”

Bapak pasti sudah tahu jawabannya. Neka pel*. Saya dengan sepenuh hati menjawab Bapak. Karena saya tahu, Bapak adalah sosok ayah sekaligus suami bagi Mamak yang menunjukkan pada saya mengenai apa itu kasih sayang pada diri perempuan. Bahwa kesejatian perempuan bukanlah dalam ranah domestik semata. Bagi Bapak, setiap perempuan harus dihormati dengan mengambil peran untuk mengurangi beban yang kerapkali dibebankan pada mereka.

Kata Bapak, saya harus jeli melihat lelaki. Pilihlah lelaki yang mampu mencintai saya seumpama Bapak mencintai Mamak. Mencintai tanpa harus membuatnya menjadi terasing dari dirinya sendiri.

Saya harap surat dari masa depan ini, bisa dibaca oleh Bapak di masa lalu. Saya ingin bilang kalau Bapak telah menjadi sosok ayah yang hebat bagi saya.[]

 

Salam Koes Plus

Untuk Bapak di ruang tamu

 

____________

*Neka pel dalam bahasa Sula bisa dimaknai sebagai ‘itu sudah’ atau ‘tepat sekali’

 

 

Komentar

Postingan Populer