Menjadi Lajang Bukan Masalah

 

Sumber gambar dari Pexels

Masih teringat masa saat itu, ketika seseorang dengan enteng membuang kata-katanya begitu saja tepat di hadapan saya, sebuah kata-kata yang berbunyi, “Kamu kayaknya bakal jadi perawan tua deh, gak bakal nikah-nikah. Karena terlalu keasyikan menikmati masa muda dengan jalan hidup menjomblo.

Sehimpun kata yang berserakan di daun telinga, sehabis pulang dari kegiatan pengajian. Saya memilih mengabaikan rentetan kata tersebut, daripada harus memungutnya dan dimasukkan di dalam kepala, yang sudah disesaki aneka pemikiran ini-itu. Apa sih yang salah dari saya maupun teman-teman yang tak kunjung memiliki pasangan? Dan memilih menikmati status melajang ketimbang sibuk kesana-kemari mencari calon pasangan.

Ini bukan kali pertama saya kena cibiran seperti itu, bahkan ada juga yang terang-terangan malah menuduh saya sebagai seseorang aneh dan anti terhadap pernikahan, hanya gara-gara tak kunjung memiliki pacar. Padahal, saya memiliki alasan tertentu dibalik keengganan saya untuk untuk menjalin hubungan dengan orang lain.

Kengganan untuk tak buru-buru memiliki pasangan bukan hal memalukan, kan? Tapi sayangnya, di masyarakat hal itu malah diangggap menyalahi standar sosial yang telah terbentuk. Padahal, kalau dipikir-pikir status lajang sama sekali tidak merugikan siapa-siapa. Semua orang berhak untuk menjalani hidup mereka sesuai dengan apa yang mereka inginkan, termasuk menikmati masa muda tanpa harus terburu-buru memiliki pacar.

Toh, memiliki pasangan atau tidak takkan mengurangi eksistensi kita sebagai manusia yang utuh. Kita juga bukan fakir kasih sayang, yang hanya menjadikan pasangan dalam konteks pacaran sebagai pelarian kasih sayang, alih-alih membangun ikatan dengan lawan jenis sebagai fase pengenalan. Tidak apa-apa tak kunjung memiliki pasangan, Tuhan juga tidak akan marah-marah kepada kita hanya karena keasyikan menjadi single, ketimbang berpacaran.

Selain itu, alasan klasik lain saya menganggap single is good, karena saya pikir berpacaran dengan orang yang tidak tepat dengan kita hanya akan membuang-buang waktu. Hidup terlalu berharga untuk dihabiskan dengan seseorang yang belum tentu ditakdirkan untuk kita. Lebih baik menghabiskan masa muda dengan mengembangkan potensi diri dan membuka diri untuk belajar hal-hal baru yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun sesama. Bahkan, pada fase sendirian seperti sekarang, saya lebih memberi ruang pada diri untuk merenungi dan berupaya belajar memaafkan diri sendiri dari beragam kesalahan maupun trauma yang pernah dialami, tanpa pernah disadari dari masa ke masa.

Saya ingin berbahagia dengan diri sendiri, sebelum akhirnya membuka hati untuk seseorang masuk dan membangun kebahagiaan bersama. Saya tak ingin seseorang yang masuk dalam lingkaran hidup saya, ketika saya masih kesulitan untuk menerima diri sendiri. Karena, saya tahu, menjadi pelampiasan dan pelarian kesakitan dari hal-hal yang tak pernah terselesaikan oleh diri sendiri, hanya akan menjadi luka bagi seseorang yang kelak memilih kita sebagai bagian penting dalam perjalanan hidupnya.

Sebab, memiliki pasangan bukan hanya tentang berbagi suka bersama, melainkan juga harus saling bertanggung jawab bersama untuk tidak menjadi seseorang yang toxic antar satu sama lain. Membina hubungan yang ‘sehat’ adalah bentuk kasih sayang sekaligus bagian dari menunaikan hak kita untuk tidak berada di lingkaran setan bernama toxic relationship, yang selama ini luput untuk dipikirkan.

Ada sebagian orang yang menganggap pacaran adalah tentang menjalin ikatan antar sepasang anak manusia, melainkan juga ikatan emosional antar sesama yang membutuhkan kedewasaan dan kematangan berpikir dalam sebuah hubungan. Kita berhak mendapatkan seseorang yang bukan hanya sebagai pasangan, tetapi sahabat baik yang menemani diri kita dalam suka maupun duka. Memilih pasangan yang baik dan tepat hampir sama dengan memilih untuk bahagia. Maka, pastikan seseorang yang adalah orang yang sejalan dengan diri kita, seumpama cermin yang kerapkali kita pandangi.

Jadi, berhenti untuk memedulikan apa kata orang dengan kesendirian kita. sebagaimana saya tuliskan di atas, “Hidup terlalu berharga untuk dihabiskan dengan orang yang tidak tepat.” Namun, untuk kita yang pernah salah dalam memilih. Mari jadikan itu sebagai pelajaran dan hikmah bagi diri sendiri. Kita berharga. Apapun itu.[]

Komentar

Postingan Populer