Perempuan Di Antara Buku

Suara Hati Perempuan: Menguak Tabir Di Pengujung Hening Bagian II


https://www.pexels.com/photo/students-inside-a-library-9572545/


Seseorang pernah berkata, “Anak perempuan jangan terlalu sering membaca buku, karena nanti bisa pintar. Kalau terlalu pintar yang ada, anak lelaki enggak tertarik.”

 

Dulu sekali, saat masih berada di fase ‘asli bego’ ala remaja akhir pada tahun pertama kuliah, aku begitu saja percaya dengan omong kosong di atas. Kadang aku mendadak was-was pada diri sendiri, mewanti-wanti jangan sampai bisa menjadi jomblo karatan, kalau terlalu banyak tahu—akibat melahap banyak informasi di berbagai buku yang dibaca. Iya, soalnya takut nanti bakalan krisis gebetan.

Saking percayanya, aku pernah menyalahkan diri sendiri kalau nanti tidak disukai oleh si crush yang ditaksir bisa berujung menjadi cinta sepihak hanya karena terlalu banyak tahu informasi yang diperoleh dari buku. Bahkan, aku malah mendadak minder sama si crush hingga merasa begitu down, cuman karena aku ingin mengeksplorasi sisi lain diriku berkat buku-buku yang telah menyelamatkan pola pikir hidupku dari kedangkalan berpikir.

Pada akhirnya, aku menyadari kalau dalam proses mencintai tersebut, ada sesuatu hal paling penting yang harus aku genggam erat. Bahwa sejatinya mencintai bukan berarti harus kehilangan diri sendiri, sebagaimana kata bijak dari Ernest Hemingway, penulis buku The Old Man and The Sea yang berbunyi, “Salah satu hal yang menyakitkan adalah kehilangan diri Anda sendiri di dalam suatu proses mencintai orang lain dengan teramat sangat, hingga Anda melupakan bahwa Anda juga seseorang yang istimewa.”

Tiada bentuk kehilangan yang terasa begitu menakutkan, selain kehilangan diri sendiri demi mencintai orang lain. Jadi, aku tak ingin kehilangan diri sendiri, hanya karena menyukai orang lain. Pilihan untuk menghidupkan membaca sebagai bagian dariku adalah caraku mencintai diri sendiri. Melalui bacan tersebut, aku menyadari kalau setiap orang berharga dan istimewa karena diberikan beragam potensi pada manusia oleh-Nya.

Maka, seiring dengan beragam buku yang dibaca maupun kajian diskusi yang diikuti, aku malah makin menjadi sadar kalau pernyataan tentang belajar dan membaca buku yang berperan penting dalam mengedukasi perempuan, tapi sebaliknya dianggap sebagai ancaman bagi tembok ego sebagian orang hanyalah bualan yang merendahkan kaum perempuan. Parahnya, beragam meme bertebaran tentang perempuan yang tidak boleh terlalu pintar melebihi lelaki juga masih terpampang nyata di media sosial dan pemikiran sebagian besar orang.

Bahkan, saya masih teringat ada seorang kawan yang juga secara terang-terangan menyuruhku untuk tidak terlalu banyak membaca, katanya bisa berbahaya. Padahal sebaliknya, banyak membaca bagi perempuan adalah sarana yang paling ampuh untuk memperkaya diri dengan beragam informasi yang bermanfaat bagi perempuan. Bahkan, bisa menjadi cara ampuh untuk mengubah pola pikir perempuan agar lebih peka dan jeli pada situasi maupun kondisi yang terjadi di sekitar.

Kalau kita berkaca pada Catahu Komnas Perempuan, dari tahun ke tahun angka kasus semakin meningkat, baik dalam ranah publik maupun ranah personal. Kita harus menyadari kalau posisi perempuan di negeri kita tak sedang baik-baik saja. Lebih tepatnya, berada pada situasi darurat. Baik anak perempuan maupun perempuan usia dewasa rentan menjadi korban yang berbasis kekerasan gender. Sayangnya, sebagian besar orang masih beranggapan akar masalah tersebut bersumber dari perempuan itu sendiri. Padahal, sebenarnya tidak!

Akar kekerasan bermula dari pola pikir patriarki yang bercokol di kepala setiap orang yang masih beranggapan kalau perempuan adalah manusia kelas dua yang tak bisa disamakan sebagaimana kaum lelaki. Padahal, sebagai manusia baik perempuan maupun laki-laki sama-sama mengemban misi kemanusiaan. Maka, memperkaya diri dengan pengetahuan adalah gerbang pembuka untuk menyelami berbagai bias maupun kekeliruan yang seringkali mendera kaum perempuan.

Jadi, jangan pernah percaya dan merasa khawatir dengan suara-suara bising yang kerapkali menyindir perempuan untuk membaca buku dan belajar. Tetap rawat diri dengan melahap sebanyak-banyaknya bacaan yang berada di sekitar maupun di dalam genggaman ponselmu. Jika ada yang nanti menghardikmu, ingatlah kalau kehadiran agama sebagai jalan hidup manusia, tetapi juga mengandung misi pembebasan kaum tertindas yang lemah dan dilemahkan oleh sistem.

Tetap bertumbuh! Mari ciptakan ruang aman bersama untuk saling bertumbuh menjadi manusia utuh—manusia yang menyadari sejati dirinya adalah pelindung satu sama lain.[]

 

“Tiada penghormatan tertinggi pada diri seseorang, sebelum ia menghormati kaum perempuan.”

(Renungan Hilda)

 

Komentar

Postingan Populer